FRESH GRADUATE
Toxic Productivity: Ciri-Ciri, Bahaya dan Cara Menghindari
Toxic Productivity: Kapan Produktivitas Jadi Masalah?
Menurut Dr. Julie Smith (psikolog klinis dari Hampshire, Inggris), toxic productivity adalah sebuah obsesi untuk mengembangkan diri dan merasa selalu bersalah jika tidak bisa melakukan banyak hal.
Orang yang terjebak dalam toxic productivity ini biasanya senang mengikuti banyak kegiatan bahkan sampai melakukannya secara bersamaan. Misalnya rapat organisasi A dan kepanitiaan B di aplikasi konferensi video melalui dua gawai berbeda. Selama pandemi COVID-19, hal ini semakin sering terjadi. Dalam beberapa kasus, bahkan mereka tidak mengenal kata istirahat. Apakah WAWgirls salah satunya?
Ciri-Ciri Toxic Productivity

1. Menomorduakan Kesehatan dan Hubungan Pribadi
Kegigihan dalam bekerja atau belajar memang tidak dimiliki seseorang dan patut diapresiasi. Tetapi jika etos kerja tersebut malah mengabaikan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, tidur, dll, maka produktivitas kamu sudah meracuni kehidupan. Orang-orang terdekat kita seperti anggota keluarga dan teman mungkin sudah berulang kali memberitahu dan mengeluh tentang kesibukan kita dengan sebutan:
“selalu bekerja”
“tidak pernah ada”
“selalu di depan laptop”
…dan sejenisnya. Sebenarnya mereka ingin menghabiskan waktu bersama. Apalagi selama pandemi dimana kasus gangguan mental semakin marak di samping kasus COVID-19 itu sendiri.
2. Memiliki harapan yang tidak realistis terhadap Diri Sendiri
Harapan yang tidak realistis ini dapat memperburuk situasi di masa pandemi. Mengharapkan hasil yang besar dari diri sendiri selama masa ini yang tidak masuk akal kemungkinan akan meningkatkan stres jika kita mencoba mempertahankan standar tersebut.
3. Sulit untuk Istirahat

Jika WAWgirls memiliki kesulitan untuk menyendiri atau beristirahat dan tidak sibuk bekerja, maka itu termasuk salah satu ciri-ciri toxic productivity. Ketika kita akhirnya beristirahat atau membiarkan diri sendiri memiliki hari libur, akan muncul perasaan bersalah. Atau, merasakan kegelisahan selama saat-saat bermain dan beristirahat atau hal-hal lain yang mungkin kita merasa “tidak produktif.” Orang mungkin mengeluh ketika acara keluarga atau kumpul bersama teman, namun diri kita secara emosional tidak bergabung bersama mereka. Karena pikiran kita terjebak dengan perasaan bersalah tersebut. Misalnya, kamu mungkin merasa tidak sabar saat temanmu bercerita panjang lebar karena rasanya seperti percuma dan buang-buang waktu.
Hal serupa juga bisa terjadi dengan melihat diri sendiri lebih rendah ketika tidak melakukan atau bekerja dengan cara tertentu. Bisa juga terganggu karena membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang terlihat lebih produktif daripada diri sendiri.
Bahaya Toxic Productivity

Pada dasarnya toxic productivity telah membahayakan kesehatan kita untuk menjadi lebih produktif. Perilaku ini menempatkan kebutuhan tidur, makan, minum, dan bersosialisasi sebagai prioritas kesekian, sehingga tidak heran jika seseorang yang mengalami toxic productivity akan mengalami penurunan kondisi kesehatannya.
Perilaku ini juga dapat membuat seseorang rentan terhadap stres, yang akan lebih berbahaya jika seseorang melepaskan stres pada kebiasaan yang dapat memperburuk kondisi, seperti alkohol, merokok atau obat-obatan terlarang.
Perasaan lelah atau kehilangan minat pada sesuatu yang biasa kita lakukan yang sering disebut burnout dapat berdampak pada pekerjaan, kebiasaan atau hobi yang semula banyak diminati menjadi tidak ada rasa minat sama sekali karena kondisi ini. Hal ini malah mengakibatkan produktivitas justru akan menurun karena tidak adanya keseimbangan antara bekerja dan kehidupan pribadi.
Cara Menghindari Toxic Productivity
Tetapkan Tujuan yang Realistis (Sesuaikan Sesuai Kebutuhan)

Dalam menetapkan tujuan, penting bagi WAWgirls untuk mempertimbangkan konteks. Selama masa pandemi mungkin ada tuntutan ekstra seperti berkuliah sembari membantu adik mengerjakan PR atau bekerja sembari mengurus kegiatan lain.
WAWgirls mungkin perlu mengurangi tujuan tertentu yang bukan menjadi prioritas, seperti menambah kegiatan organisasi yang sudah padat atau menumpuk-numpuk pekerjaan rumah untuk mengakomodasi semuanya bisa selesai.
Bersikap realistis adalah salah satu cara menyadari bahwa bekerja atau berkuliah dari rumah cenderung memiliki lebih banyak distraksi dan gangguan serta dalam sebagian besar kasus lebih mudah memicu stres daripada bekerja dari kantor atau berkuliah langsung di kampus. Saat kita berada di bawah tekanan, kemampuan kita untuk berkonsentrasi dan berpikir jernih menurun. Sehingga akan bermanfaat jika beberapa tugas atau tujuan utama diperpanjang tenggat waktunya untuk mengurai tingkat stres.
Jika WAWgirls memiliki kendali dalam mengelola tim kerja atau kelompok, kamu juga dapat merevisi tujuan utama yang ingin dicapai untuk mereka. Karena bagaimana pun, tim juga memiliki imbas dari “produktivitas” kita.